Pembangunan Kehutanan yang Berkelestarian Hasil

Jorge Rui Martins, ETTA Badan Kehutanan, East Timor Forestry Group (ETFOG)

 

Latar Belakang

Hutan di negara berkembang pada umumnya merupakan sumber bahan bakar di samping lahan untuk berladang, lebih kurang 1,5 milyard penduduknya menggunakan kayu untuk memasak dan pemanasan sebesar satu milyard meter kubik, atau sekitar 80% dari yang di butuhkan (di luar untuk ekspor) setiap tahunnya. Di Republik Korea untuk konsumsi energi alternatif membutuhkan 15% dari biaya rumah tangganya, bahkan di daerah Andes dan Sahel mencapai 25%, Keadaan ini memeksa penduduk miskin untuk memprgunakan kayu bakar yang di perolehnya dari hutan. Kawasan penggembalaan di dunia meliputi tiga trilyun hektar atau dua puluh tiga persen dari luas daratan bumi.

Desertivikasi atau perubahan kawasan bervegetasi menjadi gurun pasir akibat penggembalaam liar,terjadi di Sahel-Afrika, Sudan Afrika-Utara,daerah Mediteranin, dan Timur Tengah, di Himalaya dan Andes kegiatan ini menimbulkan bencana erosi dan penurunan kualitas tanah dan merusak hutan.Tekanan penduduk terhdap lahan hutan di daerah aliran sungai untuk lahan pertanian, berdampak positif bagi penggarapnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, 2-3 tahun, namun dampak negatifnya berupa menurunnya kualitas lingkungan, timbulnya bencana longsor,banjir dan erosi, serta kekurangan air di musim kemarau. Hutan Hujan Tropis di Timor Lorosae bagai ekosistem yang unik,merupakan penyangga bagi kehidupan, pemanfaatannyaperlu di kaji menurut fungsinya. Kita tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi dengan hutan kita di masa yang akan datang, kita hanya bisa menduga dari kejadian yang sedang kita alami, terhadap malapetaka yang mungkin muncul, seperti : kekurangan zat asam, penipisan lapisan ozon,pemanasan bumi,kenaikan permukaan laut, dan punahnya berbagai jenis kehidupan liaryang terlibat aktif dalam proses daur ulang secara alami di hutan. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya hutan pada dasarnya di tujukan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi bangsa, namun distribusi dari kesejahteraan tersebut belum merata. Masyarakat kecil dan penduduk yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan masih sangat sedikit yang dapat menikmatinya, penebangan liar yang di lakukan oleh penduduk kayunya di tampung dan di selundupkan oleh oknum pengusaha yang tidak bertanggung jawab,adalah salah satu indikator dari kesenjangan yang terjadi di lapangan antara pemilik modal/pengusaha dan penduduk setempat.

 

Keadaan dan Luas Wilayah

 Berdasarkan letak geografis Timor Lorosae terletak di antara 8º17'-10º22' LS dan 123º25'-127º19' BT, keadaan umum mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani dan beternak. Luas total wilayah negara ini adalah 14.609 km²dengan luas kawasan hutannya berdasarkan TGHK adalah 699.000ha dengan lahan kritis 91%( HTI, Timor-Timur,1998). Luas hutan produksi tetap 45.211ha, sebagian besar berupa padang rumput, savana, dan semak belukar. Untuk industry kayu perkakas dengan kapasitas produksi sedang, tiap tahun minimal membutuhkan bahan baku sebesar 6000 m³ atau setara dengan 12000 m³ atau sebanding dengan 21500 volume tegakan setelah di perhitungkan faktor koreksi 70% dan faktor eksploitasi 80%( statistik kehutanan Timor-Timur, 1998).Saat ini kebutuhan kayu untuk kebutuhan rekonstruksi nasional masih di datangkan dari luar negara Timor- Lorosae.  

 

 

PERMASALAHAN KEHUTANAN DI TIMOR-LOROSAE

 

Permasalahan

Berdasarkan data penelitian di lapangan saat ini permasalahan kehutanan yang ada di negara Timor Lorosae adalah sebagai berikut :

1.      Belum adanya garis kebijakan struktur pemerintahan yang kuat dan berwibawa dalam bidang kehutanan.

2.      Masih terbatasnya dana yang berasal dari anggaran pemerintah untuk implementasi kegiatan kehutanan.

3.      Masih terbatasnya perangkat struktur organisasi kehutanan, dalam hal pengadaan staff national, di sebabkan oleh alasan-alasan administrasi, finansial dan lain-lain. Perangkat staff ini memegang peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan kehutanan di seluruh wilayah negara.

4.       Tidak adanya mekanisme pemerintahan yang kuat dalam hal implementasi peraturan-peraturan pemerintah yang saat ini telah ada.

5.      Tidak tersedianya data potensi luar dan potensi dalam dari kawasan hutan yang akurat bagi selruh kawasan hutan di negara Timor- Lororsae.

6.      Tingginya angka pengangguran sehingga tekanan terhadap eksploitasi hasil hutan meningkat, seiring dengan membumbungnya harga bahan bakar mimyak, maka salah satu alteranatif untuk pembakaran rumah tangga harus di andalkan dari pemanfaatan hasil hutan yang tersedia.

7.      Tingginya angka penebangan liar yang merata hampir di seluruh wilayah negeri ini.

8.      Tidak adanya survey dan inventarisasi hutan potensi hutan untuk kepentingan pengadaan data kehutanan nasional.

9.      Belum adanya sistem nasional yang mengatur tentang kepemlikan lahan (Land Tenure).

10.  Dalam periode transisi saat ini bidang kehutanan tidak menjadi salah satu prioritas dalam alokasi dana pembangunan dari bank dunia.

 

 

PELUANG DAN STRATEGI.

 

PELUANG

  Devisi Agriculture Affairs dengan seksi Forestry Unit sebagai organ tunggal yang memegang tanggung jawab penuh saat ini untuk mengembangkan kegiatan kehutanan di negara ini sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan transisi, telah berupaya keras untuk mengembangkan suatu sistem kehutanan nasional yang terpadu dan efisien dengan menyiapkan program-program yang merupakan peluang bagi penyelesaian masalah-masalah kehutanan nasional.

Peluang-peluang tersebut di anataranya adalah:

1.      Telah di keluarkannya peraturan pemerintahan transisi no.2000/17, tentang pelarangan penebangan kayu secara liar dan ekspor hasil hutan ke luar negara Timor Lorosae.

2.      Telah pula di keluarkan peraturan pemerintahan transisi no.2000/19, tentang daerah-daerah perlindungan alam dan konservasi.

3.      Peraturan pengelolaan hutan secara lestari yang akan merupakan acuan nasional dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan, sekaligus adalah perangkat aturan kebijakan pemerintah nasional dalam pengelolaan hutan.

4.      Terdapatnya NGO lokal dan international yang memiliki program pembangunan kehutanan .

5.      Adanya sokongan dana dari dunia internasional dalam pengembangan hutan dan kehutanan nasional.

6.      Adanya profesional group dalam bidang kehutanan yang siap mengabdikan diri bagi pembangunan kehutanan.

 

STRATEGI

Kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan hutan harus di pandang sebagai upaya pemanfaatan sumber daya hutan sesuai dengan fungsinya, yang berlandaskan kepada anggapan bahwa sumber daya hutan pada dasarnya merupakan bagian dari suatu sistem.

Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam upaya pemanfaatan dan pengurusan hutan ini adalah :

§         TEKNIS :

Pemanfaatan sumber daya hutan harus benar-benar di sesuaikan dengan fungsi dan keadaan hutannya menurut hasil inventarisasi hutan. Dalam penentuan  sistem silvikultur yang akan di terapkan, hendaknya benar-benar di uji di lapangan dan bukan berlandaskan teori saja. Selain itu pembangunan hutan tanaman hendaknya hanya pada hutan yang benar-benar tidak produktif saja, yaitu : lahan hutan yang berbentuk tanah kosong,semak belukar, dan hutan kritis.

§             EKONOMIS :

Pemanfaatan dan pengawasan sumber daya hutan harus di lakukan sedemikian rupa agar secara ekonomis dapat di pertanggung jawabkan. Pemanfaatan yang bersifat ekonomis ini hendaknya di lakukan pada setiap macam pengurusan hutan menurut fungsinya dan tidak hanya pada hutan produksi saja. Untuk keperluan tertentu di perlukan adanya kejelasan mengenai besarnya nilai hutan serta hak dari nilai tersebut.

§             SOSIAL :

Pemanfaatan dan pengurusan sumber daya hutan harus mampu memberikan manfaat sosial yang memadai, terutama kepada masyarakat kecil yang hidup di dalam dan di sekitar hutan. Manfaat sosial tersebut dapat di peroleh melalui : penyediaan lapangan kerja, pengukuhan terhadap hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya tertentu yang terdapat dalam hutan, sehingga akan berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar hutan, yang pada gilirannya di harapkan akan mampu meningkatkan partisipasinya dalam pengelolaan sumber daya hutan.

§         POLITIK

Kebijakan Nasional yang akan di ambil dalam pelaksanaan pemanfaatan dan pengurusan sumber daya hutan harus bersifat menunjang bagi terselenggaranya kebijakan politik daerah maupun nasional yang pada dasarnya bertujuan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat secara utuh dan tercapainya stabilitas dinamis kehidupan berpolitik.

§         INSTITUSI

Peningkatan peran dan partisipasi serta koordinasi di antara lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pemanfaatan dan pengurusan sumber daya hutan baik instansi pemerintah, koperasi, dan swasta.