Hutan di negara berkembang pada umumnya
merupakan sumber bahan bakar di samping lahan untuk berladang, lebih kurang 1,5
milyard penduduknya menggunakan kayu untuk memasak dan pemanasan sebesar satu
milyard meter kubik, atau sekitar 80% dari yang di butuhkan (di luar untuk
ekspor) setiap tahunnya. Di Republik Korea untuk konsumsi energi alternatif
membutuhkan 15% dari biaya rumah tangganya, bahkan di daerah Andes dan Sahel
mencapai 25%, Keadaan ini memeksa penduduk miskin untuk memprgunakan kayu bakar
yang di perolehnya dari hutan. Kawasan penggembalaan di dunia meliputi tiga
trilyun hektar atau dua puluh tiga persen dari luas daratan bumi.
Desertivikasi atau perubahan kawasan bervegetasi menjadi gurun pasir akibat penggembalaam liar,terjadi di Sahel-Afrika, Sudan Afrika-Utara,daerah Mediteranin, dan Timur Tengah, di Himalaya dan Andes kegiatan ini menimbulkan bencana erosi dan penurunan kualitas tanah dan merusak hutan.Tekanan penduduk terhdap lahan hutan di daerah aliran sungai untuk lahan pertanian, berdampak positif bagi penggarapnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, 2-3 tahun, namun dampak negatifnya berupa menurunnya kualitas lingkungan, timbulnya bencana longsor,banjir dan erosi, serta kekurangan air di musim kemarau. Hutan Hujan Tropis di Timor Lorosae bagai ekosistem yang unik,merupakan penyangga bagi kehidupan, pemanfaatannyaperlu di kaji menurut fungsinya. Kita tidak pernah mengetahui apa yang akan terjadi dengan hutan kita di masa yang akan datang, kita hanya bisa menduga dari kejadian yang sedang kita alami, terhadap malapetaka yang mungkin muncul, seperti : kekurangan zat asam, penipisan lapisan ozon,pemanasan bumi,kenaikan permukaan laut, dan punahnya berbagai jenis kehidupan liaryang terlibat aktif dalam proses daur ulang secara alami di hutan. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya hutan pada dasarnya di tujukan untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi bangsa, namun distribusi dari kesejahteraan tersebut belum merata. Masyarakat kecil dan penduduk yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan masih sangat sedikit yang dapat menikmatinya, penebangan liar yang di lakukan oleh penduduk kayunya di tampung dan di selundupkan oleh oknum pengusaha yang tidak bertanggung jawab,adalah salah satu indikator dari kesenjangan yang terjadi di lapangan antara pemilik modal/pengusaha dan penduduk setempat.
Berdasarkan letak geografis Timor Lorosae terletak di antara
8º17'-10º22' LS dan 123º25'-127º19' BT, keadaan umum mata pencaharian penduduk
sebagian besar adalah bertani dan beternak. Luas total wilayah negara ini
adalah 14.609 km²dengan luas kawasan hutannya berdasarkan TGHK adalah 699.000ha
dengan lahan kritis 91%( HTI, Timor-Timur,1998). Luas hutan produksi tetap
45.211ha, sebagian besar berupa padang rumput, savana, dan semak belukar. Untuk
industry kayu perkakas dengan kapasitas produksi sedang, tiap tahun minimal
membutuhkan bahan baku sebesar 6000 m³ atau setara dengan 12000 m³ atau
sebanding dengan 21500 volume tegakan setelah di perhitungkan faktor koreksi
70% dan faktor eksploitasi 80%( statistik kehutanan Timor-Timur, 1998).Saat ini
kebutuhan kayu untuk kebutuhan rekonstruksi nasional masih di datangkan dari
luar negara Timor- Lorosae.
PERMASALAHAN
KEHUTANAN DI TIMOR-LOROSAE
Berdasarkan data penelitian di lapangan
saat ini permasalahan kehutanan yang ada di negara Timor Lorosae adalah sebagai
berikut :
1.
Belum adanya
garis kebijakan struktur pemerintahan yang kuat dan berwibawa dalam bidang
kehutanan.
2.
Masih
terbatasnya dana yang berasal dari anggaran pemerintah untuk implementasi
kegiatan kehutanan.
3.
Masih
terbatasnya perangkat struktur organisasi kehutanan, dalam hal pengadaan staff
national, di sebabkan oleh alasan-alasan administrasi, finansial dan lain-lain.
Perangkat staff ini memegang peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan
kehutanan di seluruh wilayah negara.
4.
Tidak adanya mekanisme pemerintahan yang kuat
dalam hal implementasi peraturan-peraturan pemerintah yang saat ini telah ada.
5.
Tidak
tersedianya data potensi luar dan potensi dalam dari kawasan hutan yang akurat
bagi selruh kawasan hutan di negara Timor- Lororsae.
6.
Tingginya
angka pengangguran sehingga tekanan terhadap eksploitasi hasil hutan meningkat,
seiring dengan membumbungnya harga bahan bakar mimyak, maka salah satu
alteranatif untuk pembakaran rumah tangga harus di andalkan dari pemanfaatan
hasil hutan yang tersedia.
7.
Tingginya
angka penebangan liar yang merata hampir di seluruh wilayah negeri ini.
8.
Tidak adanya
survey dan inventarisasi hutan potensi hutan untuk kepentingan pengadaan data
kehutanan nasional.
9.
Belum adanya
sistem nasional yang mengatur tentang kepemlikan lahan (Land Tenure).
10.
Dalam periode
transisi saat ini bidang kehutanan tidak menjadi salah satu prioritas dalam
alokasi dana pembangunan dari bank dunia.
PELUANG DAN STRATEGI.
Devisi Agriculture Affairs dengan seksi Forestry Unit sebagai organ
tunggal yang memegang tanggung jawab penuh saat ini untuk mengembangkan kegiatan
kehutanan di negara ini sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan transisi,
telah berupaya keras untuk mengembangkan suatu sistem kehutanan nasional yang
terpadu dan efisien dengan menyiapkan program-program yang merupakan peluang
bagi penyelesaian masalah-masalah kehutanan nasional.
Peluang-peluang tersebut di anataranya
adalah:
1.
Telah di
keluarkannya peraturan pemerintahan transisi no.2000/17, tentang pelarangan
penebangan kayu secara liar dan ekspor hasil hutan ke luar negara Timor
Lorosae.
2.
Telah pula di
keluarkan peraturan pemerintahan transisi no.2000/19, tentang daerah-daerah
perlindungan alam dan konservasi.
3.
Peraturan
pengelolaan hutan secara lestari yang akan merupakan acuan nasional dalam
mengelola dan memanfaatkan hasil hutan, sekaligus adalah perangkat aturan
kebijakan pemerintah nasional dalam pengelolaan hutan.
4.
Terdapatnya
NGO lokal dan international yang memiliki program pembangunan kehutanan .
5.
Adanya
sokongan dana dari dunia internasional dalam pengembangan hutan dan kehutanan
nasional.
6.
Adanya
profesional group dalam bidang kehutanan yang siap mengabdikan diri bagi
pembangunan kehutanan.
Kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan hutan
harus di pandang sebagai upaya pemanfaatan sumber daya hutan sesuai dengan
fungsinya, yang berlandaskan kepada anggapan bahwa sumber daya hutan pada
dasarnya merupakan bagian dari suatu sistem.
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam
upaya pemanfaatan dan pengurusan hutan ini adalah :
§
TEKNIS :
Pemanfaatan sumber daya hutan harus
benar-benar di sesuaikan dengan fungsi dan keadaan hutannya menurut hasil
inventarisasi hutan. Dalam penentuan
sistem silvikultur yang akan di terapkan, hendaknya benar-benar di uji
di lapangan dan bukan berlandaskan teori saja. Selain itu pembangunan hutan
tanaman hendaknya hanya pada hutan yang benar-benar tidak produktif saja, yaitu
: lahan hutan yang berbentuk tanah kosong,semak belukar, dan hutan kritis.
§
EKONOMIS :
Pemanfaatan dan pengawasan sumber daya
hutan harus di lakukan sedemikian rupa agar secara ekonomis dapat di
pertanggung jawabkan. Pemanfaatan yang bersifat ekonomis ini hendaknya di
lakukan pada setiap macam pengurusan hutan menurut fungsinya dan tidak hanya
pada hutan produksi saja. Untuk keperluan tertentu di perlukan adanya kejelasan
mengenai besarnya nilai hutan serta hak dari nilai tersebut.
§
SOSIAL :
Pemanfaatan dan pengurusan sumber daya
hutan harus mampu memberikan manfaat sosial yang memadai, terutama kepada
masyarakat kecil yang hidup di dalam dan di sekitar hutan. Manfaat sosial
tersebut dapat di peroleh melalui : penyediaan lapangan kerja, pengukuhan
terhadap hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya tertentu yang
terdapat dalam hutan, sehingga akan berperan dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat di sekitar hutan, yang pada gilirannya di harapkan akan mampu
meningkatkan partisipasinya dalam pengelolaan sumber daya hutan.
§
POLITIK
Kebijakan Nasional yang akan di ambil dalam
pelaksanaan pemanfaatan dan pengurusan sumber daya hutan harus bersifat
menunjang bagi terselenggaranya kebijakan politik daerah maupun nasional yang
pada dasarnya bertujuan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat secara utuh
dan tercapainya stabilitas dinamis kehidupan berpolitik.
§
INSTITUSI
Peningkatan peran dan partisipasi serta
koordinasi di antara lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
pemanfaatan dan pengurusan sumber daya hutan baik instansi pemerintah,
koperasi, dan swasta.